Imbulu, tanpa kaki dan tangan berjuang hidupi keluarga. Kedua kaki dan tangan kirinya mengalami cacat sejak lahir. Tangan kiri dan kedua kaki Imbulu tak memiliki pergelangan dan jari-jari. Tangan kanannya normal, namun jarinya bercabang. Meski cacat, semangatnya untuk tetap berjuang hidup tak kalah hebat dengan orang-orang normal yang ada di sekitarnya. Imbulu menjalani hari-harinya dengan penuh rasa syukur.
“Bagi saya cacat bukan penghalang besar untuk bertahan hidup. Saya yakin cobaan yang diberikan Allah semua ada hikmahnya yang penting kita tetap semangat,” kata Imbulu. Anak dari pasangan Burnei dan Besse ini berasal dari keluarga nelayan miskin yang hanya menggantungkan hidup dari hasil laut.
Sejak kecil Imbulu sudah diperkenalkan dengan kehidupan di laut oleh kedua orang tuanya. Saat berusia 10 tahun, ia sudah turun melaut seorang diri dengan hanya mengandalkan satu tangan dan kedua pahanya.
“Untuk melakukan aktivitas saya hanya mengandalkan kedua paha saya sebagai penopang untuk bisa melangkah. Saya ikatkan sendal di bawah pahaku, karena kalau tidak dialas, luka-luka dan sakit kalau saya melangkah,” ungkapnya sembari tersenyum.
Tak ada rasa takut dengan kerasnya arus yang kapan saja bisa menghancurkan kapalnya dan merenggut nyawanya. Namun, lelaki murah senyum ini selalu berkayakinan bahwa ajal sudah ditentukan sang ilahi.
“Alhamdulillah bertahun-tahun saya melaut tidak pernah terjadi apa-apa. Saya selalu berdoa sebelum keluar rumah dan berniat semua yang saya lakukan ini untuk keluarga,” tuturnya.
Menekuni pekerjaan sehari-hari sebagai nelayan, Imbulu bisa mendapatkan penghasilan Rp700 ribu per bulannya. Untuk tambahan dia biasa bekerja sampingan menjadi kuli bangunan.
“Pengasilan saya kecil pak, tapi Alhamdulillah untuk makan dan anak bisa teratasi. Saya jalani saja yang penting saya dapat uang dengan cara halal. Alhamdulillah kami bisa mengatasi kebutuhan keluarga,” terangnya.
Imbulu menjalani hidupnya dengan penuh optimis. Ia tak pernah mengeluh dan merasa sedih dengan keadaan yang dialaminya. Dan semua itu berbuah manis. Sang ilahi kembali menunjukkan kebesarannya pada Imbulu dengan mengirim seorang pendamping hidup.
Imbulu mempersunting Risnawati (31) pada tahun 2013. Risnawati menerima kondisi fisik Imbulu apa adanya. Kebaikan hati, kesabaran dan semangat hidup Imbulu lah yang membuatnya tak ragu menerima pinangan laki-laki tersebut.
“Itu yang dimiliki suami saya. Tak pernah ada kata putus asa dalam hidupnya. Saya tak melihat dan nilai dia dari segi fisik dan pekerjaan, tapi keikhlasan dan kejujurannya untuk menghidupi keluarganya. Dia sabar dan penyayang,” kata Risnawati.
Kini keduanya telah dikaruniai anak lelaki bernama Rohid (3). Sang anak tumbuh dengan sempurna, pintar dan normal seperti anak-anak lain pada umumnya. Keluarga kecil ini pun hidup bahagia dibalik kesederhanaan mereka.
Bagi sebagian besar orang, mengalami cacat pada anggota tubuh bisa menjadi penghalang untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Bahkan ada rasa malu dan sedih menghinggapi dirinya. Namun kondisi ini tak berlaku bagi Imbulu (37), warga Desa Basule, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Kedua kaki dan tangan kirinya mengalami cacat sejak lahir. Tangan kiri dan kedua kaki Imbulu tak memiliki pergelangan dan jari-jari. Tangan kanannya normal, namun jarinya bercabang. Meski cacat, semangatnya untuk tetap berjuang hidup tak kalah hebat dengan orang-orang normal yang ada di sekitarnya. Imbulu menjalani hari-harinya dengan penuh rasa syukur.
“Bagi saya cacat bukan penghalang besar untuk bertahan hidup. Saya yakin cobaan yang diberikan Allah semua ada hikmahnya yang penting kita tetap semangat,” kata Imbulu. Anak dari pasangan Burnei dan Besse ini berasal dari keluarga nelayan miskin yang hanya menggantungkan hidup dari hasil laut.
Sejak kecil Imbulu sudah diperkenalkan dengan kehidupan di laut oleh kedua orang tuanya. Saat berusia 10 tahun, ia sudah turun melaut seorang diri dengan hanya mengandalkan satu tangan dan kedua pahanya.
“Untuk melakukan aktivitas saya hanya mengandalkan kedua paha saya sebagai penopang untuk bisa melangkah. Saya ikatkan sendal di bawah pahaku, karena kalau tidak dialas, luka-luka dan sakit kalau saya melangkah,” ungkapnya sembari tersenyum.
Tak ada rasa takut dengan kerasnya arus yang kapan saja bisa menghancurkan kapalnya dan merenggut nyawanya. Namun, lelaki murah senyum ini selalu berkayakinan bahwa ajal sudah ditentukan sang ilahi.
“Alhamdulillah bertahun-tahun saya melaut tidak pernah terjadi apa-apa. Saya selalu berdoa sebelum keluar rumah dan berniat semua yang saya lakukan ini untuk keluarga,” tuturnya.
Menekuni pekerjaan sehari-hari sebagai nelayan, Imbulu bisa mendapatkan penghasilan Rp700 ribu per bulannya. Untuk tambahan dia biasa bekerja sampingan menjadi kuli bangunan.
“Pengasilan saya kecil pak, tapi Alhamdulillah untuk makan dan anak bisa teratasi. Saya jalani saja yang penting saya dapat uang dengan cara halal. Alhamdulillah kami bisa mengatasi kebutuhan keluarga,” terangnya.
Imbulu menjalani hidupnya dengan penuh optimis. Ia tak pernah mengeluh dan merasa sedih dengan keadaan yang dialaminya. Dan semua itu berbuah manis. Sang ilahi kembali menunjukkan kebesarannya pada Imbulu dengan mengirim seorang pendamping hidup.
Imbulu mempersunting Risnawati (31) pada tahun 2013. Risnawati menerima kondisi fisik Imbulu apa adanya. Kebaikan hati, kesabaran dan semangat hidup Imbulu lah yang membuatnya tak ragu menerima pinangan laki-laki tersebut.
“Itu yang dimiliki suami saya. Tak pernah ada kata putus asa dalam hidupnya. Saya tak melihat dan nilai dia dari segi fisik dan pekerjaan, tapi keikhlasan dan kejujurannya untuk menghidupi keluarganya. Dia sabar dan penyayang,” kata Risnawati.
Kini keduanya telah dikaruniai anak lelaki bernama Rohid (3). Sang anak tumbuh dengan sempurna, pintar dan normal seperti anak-anak lain pada umumnya. Keluarga kecil ini pun hidup bahagia dibalik kesederhanaan mereka.
=====
Amanahkan kebutuhan Kaki Palsu / Kaki Tiruan / Prostesis Bapak Ibu pada Profesional Ortotis Prostetis yang Memiliki Surat Ijin Praktik (SIPOP) maupun Surat Ijin Kerja (SIKOP).
Sesuai dengan PERMENKES NO 22 TAHUN 2013.
Dengan memiliki SIPOP atau SIKOP, berarti Profesional tersebut benar benar berkompeten dan berwenang karena :
1. Telah menempuh pendidikan formal Ortotik Prostetik D3 maupun Sarjana Terapan.
2. Lolos Uji Kompetensi.
3. Terdaftar secara resmi sebagai Tenaga Kesehatan Republik Indonesia dibuktikan dengan kepemilikan STR.
4. Memiliki tempat praktik maupun tempat kerja untuk melayani Bapak Ibu secara Profesional
Kami siap melayani secara Profesional.
SIPOP : 010/SIPOP/33.11/XI/2017
Konsultasi gratis : 081327721518