Sidik, Pengusaha Kerupuk Sukses Penyandang Disabilitas

Terlahir tanpa memiliki kaki, Sidik selalu menjawab  “Alhamdulillah sejak lahir saya sudah begini” jika ditanya perihal cacat di tubuhnya. Sidik adalah anak keenam dari sepuluh bersaudara. Keluarganya tergolong miskin dan untuk menghidupi keluarga, orangtua Sidik hanya mengandalkan warung kecil di depan rumahnya di Bogor.

Sidik memang lahir dengan kondisi yang memprihatinkan, ia tak memiliki kedua kaki mulai dari pangkal paha. Sehingga boleh dibilang tubuhnya hanya separuh. Sebelum menggunakan kursi roda, ia mengayunkan dua tangan guna menyeret tubuhnya untuk berjalan.

Meski tubuhnya tak sempurna, sejak kecil Sidik tak pernah mau merepotkan orang. Ia selalu berusaha melakukan semua aktivitasnya sendiri. Ia juga tak mau dipapah atau digendong, “Saya tak mau dikasihani orang, saya ingin sukses bukan karena orang kasihan pada saya, tetapi karena kerja keras saya.” katanya lugas.

Setelah bertahun-tahun bekerja di Yayasan Swa Prasidya Purna tapi tak menghasilkan materi berarti, Sidik memilih keluar dan mencari pekerjaan lain. Dengan bekal ijazah diplomanya, ia diterima di sebuah perusahaan kontraktor sebagai staf personalia. Tapi belum lama ia bekerja, krisis moneter 98 menghantam dan perusahaannya terpaksa tutup. Maka dimulailah periode Sidik menjadi pengangguran.  Tapi ia tak mau lama-lama menganggur, Sidik mulai mengikuti berbagai kursus keterampilan yang diadakan oleh Pemda DKI untuk penyandang cacat. Salah satu kursus yang memikat perhatian Sidik ialah kursus membuat kerupuk dari singkong.

Modalnya ketika itu sumbangan dari Pemda DKI sebesar satu juta rupiah. Bersama istrinya Sidik kemudian memulai usaha membuat kerupuk dari singkong. “Dulu belum ada merek, plastiknya pembungkusnya masih polos.” katanya. Pada awal produksi ia  memproduksi sekitar 100 bungkus kerupuk berukuran 2 ons dari bahan baku singkong 10 kilogram. “Namanya juga pertama, kerupuk dagangan saya baru habis setelah sebulan lebih.” katanya mengenang.

Dari hanya mengolah 10 kilogram singkong, kini Sidik mengolah sedikitnya 50 hingga 100 kilogram singkong setiap bulannya. Ia juga sudah punya merek lengkap dengan cap di pembungkus produknya. “Saya beri nama merek Cap Gurame, ini sama sekali tak ada hubungannya sama ikan gurame, tetapi gurame adalah singkatan dari Gurih, Renyah, Enak,” katanya tersenyum. “Kalau nanti ada biaya, merek ini saya mau patenkan.” tambahnya.

Saat ini Sidik terus mengembangkan pemasaran produknya, setiap hari ia masih berkeliling ke koperasi-koperasi atau warung di seluruh pelosok Ibukota. Bahkan saat Kabari mewancarainya, dua kali telepon selularnya berbunyi dari orang yang meminta agar pasokan kerupuk “Cap Gurame” segera dikirim.

Kini, dari hasil usahanya Sidik mengantungi keuntungan berkisar 1 sampai 2 juta rupiah perbulan. Meski jumlahnya kecil, apa yang diperbuat Sidik termasuk luar biasa.  Dengan keadaan yang terbatas, ia menjadientrepreuner sejati.  Meminjam rumusnya Pak Ciputra, pengusaha dan dosen mata kuliah enterpreunership,bahwa Indonesia membutuhkan sedikitnya 20 persen penduduknya menjadi entepreuner, barulah menjadi negara makmur, maka Sidik telah memulainya bertahun-tahun lalu. Jika benar apa kata Pak Ciputra, maka jelaslah Indonesia membutuhkan orang-orang gigih seperti Sidik.

===

Amanahkan kebutuhan Kaki Palsu / Kaki Tiruan / Prostesis Bapak Ibu pada Profesional Ortotis Prostetis yang Memiliki Surat Ijin Praktik (SIPOP) maupun Surat Ijin Kerja (SIKOP). Sesuai dengan PERMENKES NO 22 TAHUN 2013. Dengan memiliki SIPOP atau SIKOP, berarti Profesional tersebut benar benar berkompeten dan berwenang karena :

1.Telah menempuh pendidikan formal Ortotik Prostetik D3 maupun Sarjana Terapan.
2.Lolos Uji Kompetensi.
3.Terdaftar secara resmi sebagai Tenaga Kesehatan Republik Indonesia dibuktikan dengan kepemilikan STR.
4.Memiliki tempat praktik maupun tempat kerja untuk melayani Bapak Ibu secara Profesional.

Recent Post

Konsultasi Gratis

Silahkan hubungi kami di nomor berikut: 

081327721518